Ilustrasi : robohkan dulu temboknya, baru kamu tahu dibalik tembok itu
Tulisan ini merupaka Opini untuk Prof. Maryam Ait Ahmed , Guru Besar Universitas Ibnu Thufail Maroko. kritik atas pernyataan yang beliau sampaikan dalam Nadwah Ilmiyah Alamiyah (simpisoum internasional Ulama Dunia) di ruang pertemuan Syuriyah PBNU, Jakarta Pusat,pada hari Senin (12/11/2012) siang lalu. Pernyataan beliau saya nilai sangat mendeskreditkan nilai keilmuan para ilmuan nusantara . Beliau mengungkapkan bahwa “Indonesia tidak lahirkan ulama kelas dunia “ ,padahal Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, tapi tidak ada ulama Indonesia yang tampil di kancah dunia,” tandasnya.
” Saya tidak menemukan karya ilmiah yang menonjol yang dipersembahkan oleh ulama Indonesia saat ini untuk dunia. Selain karya, peran ulama Indonesia dalam mengatasi berbagai persoalan dunia muslim juga tidak Nampak” kata pakar perbandingan agama ini.
Saya sebagai anak Indonesia ,pernyataan ini terasa kurang nyaman didengar. Pernyataan ini mencerminkan betapa terbelakangnya manusia-manusia Indonesia yang berjuta-juta itu. Apalagi pernyataan ini disampaikan di depan ilmuan dari berbagai Negara dan sempat menggelembung di banyak media dalam dan luar negeri .
Saya menilai bahwa pernyataan beliau salah besar.Ini hanya kesalahpahaman dan keterbatasan informasi yang beliau dapat. Karena dalam realitasnya, ulama-ulama Indonesia sejak awal memiliki perdaban teks yang kuat dan menunjukan produktifitas mereka dalam bidang hukum Islam atau Fiqh, tafsir, siroh nabawiyah, ilmu qur’an dan ilmu islam lainnya. Sebut saja misalnya,Syeikh Nuruddin Ar-Raniry yang menulis kitab Siratal Mustaqim, Syekh Arsyad Al Banjari, Abdur Rauf As- Sinkili yang menulis Mir’atut Tulab fi Tasyi’ al Ma’rifah al Ahkam As-Syar’iyah li al-malaik al-wahab, Muhammad Arsyad al- Banjari karyanya Sabil Al Muhtadin .
Memasuki era awal abad ke-18 M, sejumlah ulama yang populer melahirkan sejumlah teks-teks keagamaan Islam di Nusantara, diantaranya, Tuang Rammpang, Abd al Samad al Palembang, Syekh Arsyad Al-Banjari dan Muhammad Nafis Al-Banjari. Ada pula teks keagamaan islam yang lahir dari tangan seorang ulama banten, ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar al-Bantani . belum lagi ulama-ulama yang go internasional karya –karyanya seperti Abdussamad Al Palimbani, Yasin Al Padangi, Nawawi Al Bantani, Mahfudz At Tirmasi, Ihsan Jampes , Soleh Darat Al Samarani, Syekh Muhammad Khatib Sambas, KH. Shaleh Darad, Syeikh Abdul Gani Bima, Syekh Mustafa Husein Nasution, Syekh Sulaiman Ar-Rasuli Hamzah Fansuri, Syamsuddi Al-Sumatrani, Muhammad Yusuf al maqqasari dan masih banyak lagi . Karya karya mereka tersebar dibanyak perpustakaan-pustakaan besar di dunia islam .Ini sudah menjadi bukti bahwa karya-karya penulis-penulis pesantren di Nusantara sudah memiliki reputasi internasional
Mereka inilah ulama yang dalam ilmunya. Mereka sangat sukses dalam menancapkan tonggak-tonggak keislaman yang kokoh dibumi pertiwi. Mereka adalah jembatan demi jembatan besar yang telah dilalui jutaan umat Islam hingga menemukan agama islam dan bersinar di hati bangsa ini.
Bayangkan saja negeri yang tidak tahu islam tetapi sekarang menjadi negeri dengan jumlah terbanyak umat islamnya. Muslim Indonesia berislam secara massal tanpa ada paksaan dan perang,berbeda dengan.Negeri yang tidak kenal dengan sosok nabi Muhammad,tapi kecintaan kepada beliau melebihi cinta-cinta kepada beliau dari bangsa lain, mereka mampu menulis buku syair pujian kerosulullah yang jika dibaca 3 hri 3 malam kitab ini baru selesai.Mereka tidak ngeh dengan bahasa arab ,tetapi mereka bisa menerima agama islam yang 100 persen undang-undangnya dituangkan dalam bahasa arab. Ini adalah bukti hebatnya para da’I dan ulama islam nusantara. Satu sisi ini saja sudah bisa membuktikan betapa luar biasanya para ulama kita.
Dan Ini baru satu mozaik bidang keilmuan saja-ilmu keislaman saja-, karena pada kenyataannya dalam peradaban teks di Nusantara yang ditulis bukan hanya masalah-masalah yang terkait dengan ilmu islam saja. Karena disana ada mozaik lain yang masih belum saya sebutkan diatas, Masih ada karya lain dibidang bidang lain seperti, teologi, ajaran budi pekerti, sejarah, hikayat, cerita rakyat (dongeng, legenda), teknologi, syair, politik, pemerintahan, undang-undang, hukum adat, pengobatan tradisional ,arsitektur ,ilmu perang , militer, mantra, silsilah, jimat ilmu perdukunan ,silat dan beladiri lainnya,santet,astronomi dst.
Setumpuk manuskrip ada yang diboyong penjajah. Sebagian lagi disimpan diperpustakaan masuskrip kuno di luar negeri, seperti Belanda, Prancis, Inggris, Jerman, Malaysia, Mesir, Singapura, dan Brunei Darussalam. Yang sangking banyaknya, Cak nun di acara kenduri cinta pada tanggal 4 April lalu, pernah menggambarkan pengalaman kunjungannya ke Perpustakaan Nasional Laiden Belanda, Katanya, jika dideret manuskrip-manuskrip ini , maka akan terbentang sepanjang jalan Jogja-Solo sangking banyaknya. mereka membutuhkn ratusan kapal laut untuk memboyong buku-buku kenegara mereka, bisa jadi kejayaan Eropa dengan segala kecanggihannya saat ini adalah hasil dari perampokan ilmu dari Nusantara . Ini baru satu perpustakaan, belum perpustakaan-perpustakaan lain dipenjuru dunia lain, Belum yang sebagian besar tak jelas rimbanya, tercecer di mana-mana. Ada yang masih dimiliki ahli waris, ada yang terpendam,dibakar oleh para kerajaan oposisi,tenggelam beserta kapal-kapal perampok Eropa dan ada pula yang diperjualbelikan..
Saya menilai pernyataan beliau adalah salah besar. Sebenarnya absennya karya ulama kita di maroko pada khususnya, adalah kesalahan dalam negeri dalam negri Maroko dan politik sum’ah (politik harga diri) kerajaan. Betapa tidak,mereka sendiri yang membutakan mata dan menolak segala yang berbau Timur.Mereka cenderung menutup diri dari dunia timur. Saya pernah ngobrol dengan guru sejarah kami dikampus Dr .Bouzidi , beliau mengungkapkan kegalauan dirinya terhadap kerajaan Maroko yang seakan menutup diri dari dunia timur. Kerajaan Maroko membuat Kasbah ,sebuah benteng besar yang menutupi dirinya dari peradaban islam timur. Terutama musuh bebuyutannya Saudi Arabia yang cenderung anti alawiyyin. ketertutupan ini meliputibanyak bidang,Mulai bidang keilmuan, arsitektur, system pemerintahan dan politik ,sampai keagamaan.
Contoh kongkrit dalam dunia keilmuan, mereka tidak mau mengimpor ilmu dan karya-karya ulama timur. Dalam bidang arsitektur tergambar jelas ,ini bisa dilihat langsung model bangunan bangunan masjid dimaroko yang khas. Dalam tataran keagamaan, mereka memiliki aliran teologi sendiri,mazhab sendiri ,lagu adzan sendiri,sampai memblokir alur impor buku-buku,kaset,beberapa website yang berkonten keagamaan dari wilayah timur.Saya sering kesulitan dalam research saya akibat ketertutupan ini,karenasya harus pergi ketimur hanya sebatas mencari buku-buku itu.Bahkan seorang teman saya yang kebetulan muadzin dan khotib disalah satu masjid besar di Tanger terpaksa dicopot jabatannya karena suatu hari adzan dengan melodi Masjid Nabawi.
Pantas saja, lha wong mereka sendiri yang tidak membaca ,tidak mau mencari, tidak pengen tahu,tidak mau berkenalan dengan dunia timur. Mana mungkin mereka tahu jejak-jejak ulama Indonesia yang sudah go Internasional itu . Mana mungkin cahaya mentari dari timur menelusup ke Maroko ,kalau tembok tinggi didepan rumah belum dirobohkan?. Dalam dunia pendidikan dikenal proverb: Al’ilmu yu’ta wala ya’ti, ilmu itu harus di datangi,dicari ,bukan otomatis datang sendiri.
Tetapi kritik beliau ini juga bisa menjadi motivasi bagi kita sebagai pelajar, Untuk terusmenggali , belajar, menyebarkan dan memperkenalkan peradaban teks yang go Internasional itu ke negri Maroko.Supaya hasil pemikiran ulama kita bisa meluas dan berkontribsi banyak terhadap dunia.
Oleh: M. Nur elAlim, Santri Imam Nafie